A. Pengertian
Effusi
pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson
2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan
jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan
pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga
mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami
peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan
dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui
pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui
pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih
besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam
keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.
Askep Efusi Pleura
B. Etiologi
Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :
- Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
- Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
- Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
- Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
- Trauma
- Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia.
Askep Efusi Pleura
C. Patofisiologi
Patofisiologi
terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.
Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan
jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial
masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat
terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal
jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan
pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi
pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan
transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan
eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah
bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema.
Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan
dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi
karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan
hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma
maupun keganasan.
Efusi
pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara
perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan
terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi
pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal
nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila
tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial
Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas
darah.
Askep Efusi Pleura
- Batuk
- Dispnea bervariasi
- Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
- Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
- Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
- Perkusi meredup diatas efusi pleura.
- Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
- Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
- Fremitus fokal dan raba berkurang.
- Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
E.Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen Toraks
Dalam
foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
- CT Scan Thoraks
Berperan
penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta
cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada
paru dan jaringan toraks lainnya.
- Ultrasound
Ultrasound
dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering
digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura
pada torakosentesis.
- Torakosentesis
Askep Efusi Pleura
F. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi
perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang
iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan
antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan,
tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan
yang adequate.
Untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis.
Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium
parvum dll.
- Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
- Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
- Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
- Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
- Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 –
1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema
paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
- Antibiotika jika terdapat empiema.
- Operatif.
G. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru
merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
Askep Efusi Pleura
Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
A. Pengkajian
- Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin
cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai
demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.
- Kebutuhan istrahat dan aktifitas
- Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
- Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
- Kebutuhan integritas pribadi
- Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
- Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
- Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
- Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
- Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan
- Kebutuhan Respirasi
- Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
- Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
- Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
- Dapat pula ditemukan deviasi trakea
- Kebutuhan Keamanan
- Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
- Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
- Kebutuhan Interaksi sosial
- Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun
atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau
hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi
pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat
terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus
kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.
Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang
atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus
frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang
melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia
disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang
kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space,
peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit
pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.
B Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
- Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia
C. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC :
- Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :
- Mempunyai jalan nafas yang paten
- Mengeluarkan sekresi secara efektif.
- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
- Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
- Mudah bernafas
- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
- Kaji dan dokumentasikan
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
- Keefektifan pengobatan.
- Kecenderungan pada gas darah arteri.
- Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
- Penghisapan jalan nafas
- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.
- Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
- Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender.
- Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan.
- Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
- Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
- Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
- Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
- Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.
- Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
- Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2 jam.
- Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
- Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah.
- Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
- Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.
- Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
- Pantau hasil analisa gas darah.
- Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
- Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
- Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
- Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
- Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
- Ajarkan batuk yang efektif.
- Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
- Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan.
- Berikan obat-obat yang diresepkan.
- Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.
- Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
- Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
- Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
- Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
> Menyadari keterbatasan energi.
> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
- Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
- Tentukan penyebab keletihan.
- Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
- Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
- Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
- Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
- Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
- Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir.
- Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
- Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
- Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
- Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
- Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
- Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
- Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
- Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
- Ketahui makanan kesukaan pasien.
- Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
- Timbang pasien pada interval yang tepat.
- Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
- Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
- Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
- Bantu makan sesuai kebutuhan.
- Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika, Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar