Minggu, 30 Desember 2012

Askep Hemoroid


1. Pengertian
Hemoroid dalah varises dari pleksus hemoroidalis yang menimbulkan keluhan keluhan dan gejala – gejala.
Varises atau perikosa : mekarnya pembuluh darah atau pena (pleksus hemoroidalis) sering terjadi pada usia 25 tahun sekitar 15 %.

2. Etiologi

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis di bagi menjadi dua :
  1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelaian organik.
    Kelainan organik yang menyebabkan gangguan adalah :
    • Hepar sirosis hepatis
      Fibrosis jaringan hepar akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga terjadi hepartensi portal. Maka akan terbentuk kolateral antara lain ke esopagus dan pleksus hemoroidalis .
    • Bendungan vena porta, misalnya karena trombosis
    • Tomur intra abdomen, terutama didaerah velvis, yang menekan vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya uterus grapida , uterus tomur ovarium, tumor rektal dan lain lain.
  2. Idiopatik,tidak jelas adanya kelaianan organik, hanya ada faktor - faktor penyebab timbulnya hemoroid.
    Faktor faktor yang mungkin berperan :
    • Keturunan atau heriditer
      Dalam hal ini yang menurun dalah kelemahan dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
    • Anatomi
      Vena di daerah masentrorium tudak mempunyai katup. Sehingga darah mudah kembali menyebabkan bertambahnya tekanan di pleksus hemoroidalis.
    • Hal - hal yang memungkinkan tekanan intra abdomen meningkat antara lain :
      • Orang yang pekerjaan nya banyak berdiri atau duduk dimana gaya grapitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid.Misalnya seorang ahli bedah.
      • Gangguan devekasi miksi.
      Pekerjaan yang mengangkat benda - benda berat.
    • Tonus spingter ani yang kaku atau lemah.

Pada seseorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid yitu :
  1. Adanya tomur intra abdpomen
  2. Kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat pengaruh perubahan hormonal
  3. Mengedan sewaktu partus.


Pada permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan keluhan . Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan , trombus dan infeksi

Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasipikasi, yaitu :

  1. Hemoroid interna
    Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media

  2. Hemoroid eksterna
    merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Askep Hemoroid


HEMOROID INTERNA

Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini.

Hemoriud interna terbagi menjadi 4 derajat :

  • Derajat I
    Timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mokosa tidak melalui anus dan hanya daatdi temukan dengan proktoskopi.

  • Derajat II
    Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu keluar pada saat depikasi, tapi seterlah depikasi selesai, tonjolan tersebut dapat masuk dengan sendirinya.

  • Derajat III
    Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi dengan sendirinya tetapi harus di dorong.

  • Derajat IV
    Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang keluar pada saat defikasi tidak dapat di masukan lagi. Biasanya pada derajat ini timbul trombus yang di ikuti infeksidan kadang kadang timbul perlingkaran anus, sering di sebut dengan Hemoral Inkaresata karena seakan - akan ada yang menyempit hemoriod yang keluar itu, padahal pendapat ini salah karena muskulus spingter ani eksternus mempunyai tonus yang tidak berbeda banyak pada saat membuka dan menutup. Tapi bila benar terjadi. Inkaserata maka setelah beberapa saat akan timbul nekrosis tapi tidak demikiaan halnya. Lebih tepat bila di sebut dengan perolaps hemoroid.

HEMOROID EKSTERNA

Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna.
Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
  1. Akut
    Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
    Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
    • Sering rasa sakit dan nyeri
    • Rasa gatal pada daerah hemorid
    Kedua tanda dan gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit.

  2. Kronik
    Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
Askep Hemoroid


4. Komplikasi
  • Terjadinya perdarahan
    Pada derajat satu darah kelur menetes dan memancar.

  • Terjadi trombosis
    Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.

  • Peradangan
    Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman – kumannya.
Askep Hemoroid


5. Penatalaksanaan Medis
  1. Operasi herniadektomy

  2. Non operatif
    • Untuk derajat I dan II
        Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
      • Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk melunakan feces.
      • Anti biotik bila terjadi infeksi.
      • Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil ).
      • RubberBand Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastis kira – kira I minggu, diharapkan terjadi nekrosis.
    • Untuk derajat III dan IV
      Dapat dilakuakan
      • Pembedahan
      • Dapat dilakukan pengikatan atau ligation
      • Dapat dilakukan rendam duduk
      • Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Askep Hemoroid


Asuhan Keperawatan Pada pasien Dengan Hemoroid


PENGKAJIAN
  1. Identitas pasien

  2. Keluhan utama
    Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defikasi.

  3. Riwayat penyakit
    • Riwayat penyakit sekarang
      Pasien di temukan pada beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.

    • Riwayat penyakit dahulu
      Apakah pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh / terulang kembali. Pada pasien dengan hemoroid bila tidak di lakukan pembedahan akan kembali RPD, bisa juga di hubungkan dengan penyakit lain seperti sirosis hepatis.

    • Riwayat penyakit keluarga
      Apakah ada anggota keluaga yang menderita penyakit tersebut

    • Riwayat sosial
      Perlu ditanya penyakit yang bersangkutan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan menempel pada tempat tidur.
  1. Insfeksi
    • Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
    • Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
    • Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
    • Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).
  2. Palapasi
    Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin dengan melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada perdarahan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

PRE OPERATIF
  1. Resiko kekurangan nutrisi (defisiensi zat ) berhubungan dengan pecahnya vena plexus hemmoroidalis ditandai dengan perdarahan yang terus - menerus waktu BAB.


  2. TUJUAN :
    Terpenuhinyan kebutuhan nutrisi ditandai dengan tidak terdapat anemis, perdarahan terhenti dan BB tidak turun.

    INTERVENSI
    • Observasi tanda-tanda anemis
      Rasionalisasi : Tanda – tanda anemis diduga adanya kekurangan zat besi (Hb turun)

    • Diet rendah sisa atau serat selama terjadinya perdarahan
      Rasionalisasi : Dapat mengurangi perangsangan pada daerah anus sehingga tidak terjadi perdarahan.

    • Berikan penjelasan tentang pentingnya diet kesembuhan penyakitnya.
      Rasionalisasi : Pendidikan tentang diet, membantu keikut sertaan pasien dalam meningkatkan keadaan penyakitnya.

    • Beri kompers es pada daerah terjadinya perdarahan
      Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena plexus hemoriodalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang mememrlukan penilaian terhadap respon secara periodik.

    • Beri obat atau terapi sesuai dengan pesanan dokter
      Rasionalisasi : Pasien dengan pecahnya vena flexus hemmoroidalis perlu obat yang dapat membantu pencegahan terhadap perdarahan yang memerlukan penilayan terhadap respon obat tersebut secara periodik.


  3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya massa anal atau anus, yang ditandai benjolan didaerah anus, terasa nyeri dan gatal pada daerah anus

    TUJUAN :
    Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria nyeri berkurang rasa gatal berkurang massa mengecil.

    INTERVENSI :
    • Berikan randam duduk
      Rasionalisasi : Menurunkan ketidak nyamanan lokal, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan.

    • Berikan pelicin pada saat mau BAB
      Rasionalisasi : Membantu dalam melancarkan defikasi sehingga tidak perlu mengedan.

    • Beri diet randah sisa
      Rasionalisasi : Mengurangi rangsangan anus dan melemahkan feses.

    • Anjurkan pasien agar jangan bannyak berdiri atau duduk ( harus dalam keadaan seimbang).
      Rasionalisasi : Gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid dan duduk dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.

    • Observasi keluhan pasien
      Rasionalisasi : Membantu mengevaluasi derajat ketidak nyamanan dan ketidak efektifan tindakan atau menyatakan terjadinya komplikasi.

    • Berikan penjelasan tentang timbulnya rasa nyeri dan jelaskan dengan singkat
      Rasionalisasi : Pendidikan tentang hal tersebut membantu dalam keikut sertaan pasien untuk mencegah / mengurangi rasa nyeri.

    • Beri pasien suppositoria
      Rasionalisasi : Dapat melunakan feces dan dapat mengurangi pasien agar tidak mengejan saat defikasi.

  4. Personal hygene pada anus kurang berhubungan dengan massa yang keluar pada daerah eksternal.

    TUJUAN :
    Terjaga kebersihan anus dengan kriteria tidak terjadi infeksi tidak terjadi gatal - gatal.

    INTERVENSI :
    • Berikan sit bath dengan larutan permagan 1 / 1000 % pada pagi dan sore hari. Lakukan digital ( masukan prolaps dalam tempat semula setelah di bersihkan )
      Rasionalisasi : Meningkatkan kebersihan dan memudahkan terjadinya penyembuhan prolaps.

    • Obserpasi keluhan dan adanya tanda- tanda perdarahan anus
      Rasionalisasi : Peradangan pada anus menandakan adanya suatu infeksi pada anus

    • Beri penjelasan cara membersihkan anus dan menjaga kebersihanya
      Rasionalisasi : Pengetahuan tentang cara membersihkan anus membantu keikutsertaan pasien dalam mempercepat kesembuhanya.

POST OPERATIF
  1. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) pada luka operasi berhubungan dengan adanya jahitan pada luka operasi dan terpasangnya cerobong angin.

    TUJUAN :
    Terpenuhinya rasa nyaman dengan kriteria tidak terdapat rasa nyeri, dan pasien dapat melakukan aktivitasd ringan.

    INTERVENSI :
    • Beri posisi tidur yang menyenangkan pasien.
      Rasionalisasi : Dapat menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.

    • ganti balutan setiap pagi sesuai tehnik aseptik
      Rasionalisasi : Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah bertindak sebagai penyerap kontaminasi eksternal dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

    • Latihan jalan sedini mungkin
      Rasionalisasi : Dapat menurunkan masalah yang terjadi karena imobilisasi.

    • Observasi daerah rektal apakah ada perdarahan
      Rasionalisasi : Perdarahan pada jaringan, imflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat meningkatkan rasa nyeri.

    • Cerobong anus dilepaskan sesuai advice dokter (pesanan)
      Rasionalisasi : Meningkatkan fungsi fisiologis anus dan memberikan rasa nyaman pada daerah anus pasien karena tidak ada sumbatan.

    • Berikan penjelasan tentang tujuan pemasangan cerobong anus (guna cerobong anus untuk mengalirkan sisa-sisa perdarahan yang terjadi didalam agar bisa keluar).
      Rasionalisasi : Pengetahuan tentang manfaat cerobong anus dapat membuat pasien paham guna cerobong anus untuk kesembuhan lukanya.

  2. Resikol terjadinya infeksi pada luka berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat.

    TUJUAN :
    Tidak terjadinya dengan kriteria tidak terdapat tanda-tanda radang luka mengering

    INTERVENSI :
    • Observasi tanda vital tiap 4 jam
      Rasionalisasi : Respon autonomik meliputi TD, respirasi, nadi yang berhubungan denagan keluhan / penghilang nyeri . Abnormalitas tanda vital perlu di observasi secara lanjut.

    • Obserpasi balutan setiap 2 – 4 jam, periksa terhadap perdarahan dan bau.
      Rasionalisasi : Deteksi dini terjadinya proses infeksi dan / pengawasan penyembuhan luka oprasi yang ada sebelumnya.

    • Ganti balutan dengan teknik aseptik
      Rasionalisasi : Mencegah meluas dan membatasi penyebaran luas infeksi atau kontaminasi silang.

    • Bersihkan area perianal setelah setiap depfikasi
      Rasionalisasi : Untuk mengurangi / mencegah kontaminasi daerah luka.

    • Berikan diet rendah serat/ sisa dan minum yang cukup
      Rasionalisasi : Dapat mengurangi ransangan pada anus dan mencegah mengedan pada waktu defikasi.

  3. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah.

    TUJUAN :
    Pasien dapat menyatakan atau mengerti tentang perawatan dirumah.

    INTERVENSI :
    • Diskusikan pentingnya penatalaksanaan diet rendah sisa.
      Rasionalisasi: Pengetahuan tentang diet berguna untuk melibatkan pasien dalam merencanakan diet dirumah yang sesuai dengan yang dianjurkan oleh ahli gizi.

    • Demontrasikan perawatan area anal dan minta pasien menguilanginya
      Rasionalisasi: Pemahaman akan meningkatkan kerja sama pasien dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan terhadap penyakitnya.

    • Berikan rendam duduk sesuai pesanan
      Rasiopnalisasi: Meningkatkan kebersihan dan kenyaman pada daerah anus (luka atau polaps).

    • Bersihakan area anus dengan baik dan keringkan seluruhnya setelah defekasi.
      Rasionalisasi: Melindungi area anus terhadap kontaminasi kuman-kuman yang berasal dari sisa defekasi agar tidak terjadi infeksi.

    • Berikan balutan
      Rasionalisasi : Melindungi daerah luka dari kontaminasi luar.

    • Diskusikan gejala infeksi luka untuk dilaporkan kedokter.
      Rasionalisasi : Pengenalan dini dari gejala infeksi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius.

    • Diskusikan mempertahankan difekasi lunak dengan menggunakan pelunak feces dan makanan laksatif alami.
      Rasionalisai : Mencegah mengejan saat difekasi dan melunakkan feces.

    • Jelaskan pentingnya menghindari mengangkat benda berat dan mengejan.
      Rasionalisasi : Menurunkan tekanan intra abdominal yang tidak perlu dan tegangan otot.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. M.T. Dardjat, 1987. Kumpulan Kuliah ilmu Bedah Khusus. Penerbit Aksara Medisina, Salemba Jakarta.
2. Syvia Anderson Price, 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Susan Martin Tucker, 1998. Standar Perawatan Pasien, Edisi V Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
4. Dr. Sumitro Arkanda, 1987. Ringkasan Ilmu Bedah, Penerbit Bina Aksara.
5. Purnawan Junadi, 1982. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kedua, Penerbit Media Aesculavius, Jakarta.
6. Doenges Moorhouse Geissle, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Askep Hipertensi

  1. Pengertian

  2. Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)


  3. Etiologi

  4. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
    Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
    • Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
    • Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat.
    • Stress Lingkungan.
    • Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah.

    Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
    1. Hipertensi Esensial (Primer)
      Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
    2. Hipertensi SekunderDapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.
      Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.


  5. Patofisiologi

    Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung.


  6. Manifestasi Klinis
    Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
    • Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
    • Sakit kepala
    • Epistaksis
    • Pusing / migrain
    • Rasa berat ditengkuk
    • Sukar tidur
    • Mata berkunang kunang
    • Lemah dan lelah
    • Muka pucat
    • Suhu tubuh rendah

  7. Pemeriksaan Penunjang
    • Pemeriksaan Laborat
      • Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
      • BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
      • Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
      • Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
    • CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
    • EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
    • IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
    • Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.

  8. Penatalaksanaan
    • Penatalaksanaan Non Farmakologis
      1. DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
      2. Aktivitas
        Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
    • Penatalaksanaan Farmakologis
      Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
      1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
      2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
      3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
      4. Tidak menimbulakn intoleransi.
      5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
      6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

      Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Askep Hipertensi


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hipertensi

  1. Pengkajian
    • Aktivitas/ Istirahat
      • Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
      • Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
    • Sirkulasi
      • Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
      • Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
    • Integritas Ego
      • Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
      • Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
    • Eliminasi
      • Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu).
    • Makanan/cairan
      • Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
      • Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
    • Neurosensori
      • Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
      • Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
    • Nyeri/ ketidaknyaman
      • Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
    • Pernafasan
      • Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
      • Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
    • Keamanan
      • Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

  2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
    • Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    • Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
    • Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

  3. IntervensiDiagnosa Keperawatan 1. :Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
    Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
    Kriteria Hasil : Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
    Intervensi :
    • Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
    • Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
    • Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
    • Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
    • Catat edema umum.
    • Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
    • Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
    • Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
    • Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
    • Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
    • Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
    • Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
    • Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

    Diagnosa Keperawatan 2. :
    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    Tujuan : Aktivitas pasien terpenuhi.
    Kriteria Hasil :Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
    Intervensi :
    • Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
    • Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    • Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
    • Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen).
    • Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

    Diagnosa Keperawatan 3. :
    Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
    Tujuan :
    Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
    Kriteria Hasil :Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
    Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
    • Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
    • Batasi aktivitas.
    • Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
    • Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
    • Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.

    Diagnosa keperawatan 4. :
    Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
    Tujuan : Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
    Kriteria Hasil :Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
    Intervensi :
    • Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
    • Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia.
    • Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
    • Amati adanya hipotensi mendadak.
    • Ukur masukan dan pengeluaran.
    • Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
    • Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.

Askep COPD

Chronic Obstructive Pulmonal Disease (COPD)
A. Pengertian
COPD adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Askep COPD


B. Klasifikasi

Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
  2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
  3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
Askep COPD


C. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :
  1. Kebiasaan merokok
  2. Polusi udara
  3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
  4. Riwayat infeksi saluran nafas.
  5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
Askep COPD


D. Tanda dan gejala

Berdasarkan Brunner & Suddarth (2005) adalah sebagai berikut :
  1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
  2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
  3. Dispnea.
  4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
  5. Anoreksia.
  6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
  7. Takikardia, berkeringat.
  8. Hipoksia, sesak dalam dada.
Askep COPD


D. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Anamnesis :
    Riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor penyebab.

  2. Pemeriksaan fisik :
    • Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).
    • Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
    • Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
    • Suara nafas berkurang.
  3. Pemeriksaan radiologi
    • Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
    • Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

  4. Tes fungsi paru :
    Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.

  5. Pemeriksaan gas darah.

  6. Pemeriksaan EKG

  7. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
Askep COPD


E. Komplikasi

Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.


F. Penatalaksanaan
  1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.

  2. Terapi ekserbasi akut dilakukan dengan :

    • Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
      • Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.

      • Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
    • Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

    • Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

    • Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan atau protropium bromide 250 g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizer atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
  3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
    • Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
    • Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
    • Fisioterapi.
    • Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
    • Mukolitik dan ekspekteron.
    • Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>
    • Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
Askep COPD



Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD


A. Pengkajian
  1. Identitas klien
    Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.

  2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
    Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.

  3. Pola nutris metabolik.
    Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

  4. Pola eliminasi.
    • Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
    • Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
      kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.
  5. Pola aktivitas dan latihan
    Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.

  6. Pola tidur dan istirahat
    Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

  7. Pola persepsi kogniti
    Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.

  8. Pola persepsi dan konsep diri
    Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

  9. Pola peran hubungan dengan sesama
    Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.

  10. Pola produksi seksual
    Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

  11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
    Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

  12. Pola system kepercayaan
    Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
Askep COPD


B. Diagnosa Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

  2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

  3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Askep COPD


C. Perencanaan Keperawatan.
  1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

    Tujuan : Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan
    individu.

    Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
    bersih/jelas.

    Intervensi
    1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
      Rasional :
      Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

    2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
      Rasional :
      Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

    3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels dan ronki.
      Rasional :
      Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

    4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
      Rasional :
      Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

    5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
      Rasional :
      Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

    6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
      Rasional :
      Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

    7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
      Rasional :
      Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

    8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
      Rasional :
      Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
      (Doenges, 1999. hal 156).

  2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

    Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
    keperluan tubuh.

    Kriteria hasil :
    • Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
    • Tanda-tanda vital dalam batas normal
    • Tidak ada tanda-tanda sianosis.

    Intervensi :
    1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
      Respon :
      Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

    2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
      Rasional :
      Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

    3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
      Rasional :
      Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

    4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
      Rasional :
      Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

    5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
      Rasional :
      Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.

    6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
      Rasional :
      Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

    7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
      Rasional :
      Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
      (Doenges, 1999. hal 158).

  3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

    Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

    Kriteria hasil :
    • Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
    • Ekspresi wajah rileks.

    Intervensi :
    1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
      Respon :
      Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

    2. Pantau tanda-tanda vital.
      Rasional :
      Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

    3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
      Rasional :
      Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

    4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
      Rasional :
      Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

    5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
      Rasional :
      Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

    6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
      Rasional :
      Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
      (Doenges, 1999. hal 171).

Askep Gagal Ginjal Akut

Pengertian

Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah( Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )

Askep Gagal Ginjal Akut


Klasifikasi
  1. Gagal Ginjal Akut Prerenal

  2. Gagal Ginjal Akut Post Renal

  3. Gagal Ginjal Akut Renal

Gagal Ginjal Akut Prerenal

Gagal Ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. GGA. Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidaksegera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).

Etiologi
  1. Penurunan Volume vaskular :
    • Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
    • Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
  2. Kenaikan kapasitas vaskular
    • sepsis
    • Blokade ganglion
    • Reaksi anafilaksis.
  3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
    • renjatan kardiogenik
    • Payah jantung kongesti
    • Tamponade jantung
    • Distritmia
    • Emboli paru
    • Infark jantung.

Gagal Ginjal Akut Posrenal

GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi

Etiologi
  1. Obstruksi
    • Saluran kecing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
    • Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
  2. Ektravasasi.

Gagal Ginjal Akut Renal
  1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
    • Glomerulonefritis
    • Nefrosklerosis
    • Penyakit kolagen
    • Angitis hipersensitif
    • Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
  2. Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
    Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.

Pemeriksaan Laboratorium
  1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
  2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
  3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
  4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
  5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
  6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
  7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
  8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
  9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
  10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
  11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
  12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
  13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
  14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
  15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
  16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

Darah
  1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
  2. SDM. : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
  3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
  4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
  5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
  6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
  7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
  8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
  9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
  10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
  11. CT.Scan

  12. MRI

  13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

Askep Gagal Ginjal Kronik

A. Pengertian

Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan ireversibel, dimana tubuh gagal mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit seehingga menimbulkan uremia (Brunner, 1996)

Pasein dianggap telah masuk dalam stadium gagal ginjal kronik bila hasil tes kreatinin klirens (CCT) kurang dari 25 ml/menit atau kreatinin darah lebih dari 5 mg/dl.

Berdasarkan hasil CCT, gagal ginjal kronik dibagi atas :
  • 100-75 ml/menit disebut cadangan ginjal menurun
  • 75-26 ml/menit disebut gagal ginjal kronik
  • kurang dari 5 ml/menit disebut gagal ginjal terminal

Menurunnya faal ginjal pada CRF umumnya progresif, berlangsung beberapa bulan sampai beberapa tahun dan melampaui tahapa-tahapan sebagai berikut :
  1. Tahap decrease renal reserve
    Pada tahap ini ginjal berfungsi antara 40-75 % dari fungsi ginjal normal. Kadar ureum dan kreatinin masih dalam batas normal dan belum menunjukkan adanya gejala akumulasi sisa metabolisme. Sekitar 50-60% jaringan ginjal mengalami kerusakan.

  2. Tahap renal insufisiensi
    Ginjal masih berfungsi 20-40%. Telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, gangguan ekskresi dan non ekskresi sehingga kadar ureum dan kreatinin plasma meningkat. Terjadi gangguan dalam buang air kecil dan anemia.

  3. Tahap end stage renal disease
    Fungsi ginjal menurun sampai kurang dari 15%. Pengaturab hormone dan pengeluaran sisa metabolisme mengalami gangguan berat, terjadi gangguan homeostasis sehingga kadar ureum dan kreatinin meningkat, gangguan keseimbangan cairan dan elekstrlit, perubahan Ph dan gejala lainnya. Pada tahap ini sudah memerlukan tindakan dialysis.
Askep Gagal Ginjal Kronik


B. Etiologi

Gagal ginjal kronik biasanya terjadi setelah pasien mengalami berbagai macam penyakit yang merusak nefron, seperti : diabetes mellitus, glomerulonefritis kronik, pyelonefritis, hipertensi tak terkontrol, obstruksi saluran kemih, lesi herediter seperti pada ginjal polikistik, gangguan pembuluh darah ginjal, obat-obatan, agen toksik dal lain-lain.

Askep Gagal Ginjal Kronik


C. Patofisiologi

Pada saat fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein tidak dapat dikeluarkan melalui urin dan terakumulasi dalam darah dan terjadi uremia sehingga mempengaruhi berbagai system dalam tubuh. Semakin tinggi kadar ureum dalam darah gejala yang ditimbulkan semakin berat. Penurunan laju filtrasi glomerulus semakin meningkatkan kadar ureum dan kreatinin darah serta menurunkan hasil CCT.

Ginjal cenderung menahan natrium dan air sehingga menimbulkan edema, hipertensi dan congestive heart failure. Peningkatan tekanan darah terjadi oleh aktivasi system rennin-angiotensin dan sekresi aldosteron oleh ginjal.

Pada beberapa pasien terjadi kecenderungan kehilangan natrium sehingga memungkinkan terjadinya hipotensi dan hipovolemi. Keadaan muntah dan diare dapat mengurangi produksi sodium dan air yang semakin memperburuk kondisi uremia.
Asidosis metabolic terjadi jika ginjal tidak mampu mengeluarhan peningkatan jumlah asam (ion H) karena ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengeluarkan ammonia dan reabsorbsi bicarbonate. Tingkat calsium dan fosfat dalam serum berbanding terbalik karena menurunnya laju filtrasi glomerulus.

Anemia terjadi karena produksi eritropoietin oleh ginjal tidak mencukupi, usia sel darh merah yang memendek, atau kurang nutrisi. Eritropoietin normal diproduksi oleh ginjal dan diperlukan oleh sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan produksi sel darah merah dan menimbulkan anemia sehingga mengakibatkan kelemahan, angina, dan nafas pendek.

Penyakit tulang karena uremia (renal osteo distropy) timbul akibat perubahan calsium, fosfat, dan hormone yang tidak seimbang, juga menurunnya aktivitas metabolisme vitamin d secara berangsur-angsur. Kadang-kadang proses kalsifikasi dalam tulang mengalmi gangguan sehingga mengakibatkan osteomalasia.

Komplikasi neurologist dapat terjadi karena hipertensi berat, ketidakseimbangan elektrolit, intoksikasi air, efek obat-obatan serta gagal ginjal itu sendiri. Manifestasi yang timbul bisa berupa gangguan fungsi mental, perubahan kepribadian dan tingkah laku, kejang dan koma.

Askep Gagal Ginjal Kronik


D. Manifestasi Klinik

Pada gagal gimjal kronik terjadi gangguan mekanisme homeostasis sehingga menimbulkan gangguan pada berbagai system tubuh, di antaranya :
  1. Sistem kardiovaskuler
    Hipertensi (karena retensi sodium dan air, aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmonal karena kelebihan cairan, perikarditis karena penumpukan racun uremic, pitting edema, gangguan irama jantung, nyeri dada, sesak nafas.

  2. Sistem gastrointestinal
    Terjadi anoreksia, mual muntah, cegukan, ulserasi di mulut hingga perdarahan, konstipasi atau diare.

  3. Sistem integument
    Terjadi pruritus. Ekimosis, kulit kering, rambut mudah patah

  4. Ssystem neurology dan otot
    Terjadi perubahan kesadaran, tidak mampu konsentrasi, kejang, kelemahan, disorientasi. Dapat terjadi kram, fraktur, foot drop serta penurunan kekuatan otot.

  5. System pernafasan
    Dapat terjadi bunyi nafas crackles, sputum kental, sesak nafas, nafas pendek bahkan nafas kussmaul.

  6. System perkemihan
    Terjadi penurunan jumlah urin, nokturia, proteinuria

  7. Gangguan lain
    Osteodistrofi renal, hipokalsemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia bahkan asidosis metabolik.
Askep Gagal Ginjal Kronik


E. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Laboratorium: urinalisa, urem, creatinin, darah lengkap, elektrolit, protein (albumin), CCT,analisa gas darah, gula darah
  2. Radiology: foto polos abdomen, USG ginjal, IVP, RPG, foto thoraks dan tulang
  3. Biopsy ginjal
  4. ECG untuk mengetahui adanya perubahan irama jantung.
Askep Gagal Ginjal Kronik


F. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.
  1. Penatalaksanaan konservatif
    Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi dan mengatasi komplikasi.

  2. Penatalaksanaan pengganti
    Dialysis (hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal.
Askep Gagal Ginjal Kronik


G. Diagnosa Keperawatan yang Muncul

Kelebihan volume cairan b.d. adanya retensi air Kelebihan volume cairan dapat teratasi


H. Intervensi

Kelebihan volume cairan b.d. adanya retensi air Kelebihan volume cairan dapat teratasi

Kriteria Hasil :
  • Tanda-tanda vital dalam batas normal dan stabil
  • Tidak ada edema
  • Jumlah urin sesuai dengan kondisi individu
  • Berat badan turun dan stabil
  • Hasil laboratorium normal

Intervensi
  • Observasi tanda-tanda vital
  • Monitor intake dan output cairan, balance tiap 24 jam
  • Batasi intake cairan, sesuaikan dengan jumlah urin
  • Timbang berat badan tiap hari
  • Observasi adanya edema pada area yang menggantung (pitting edema)
  • Auskultasi bunyi nafas dan denyut jantng
  • Observasi adanya penurunan kesadaran, perubahan status mental
  • Kolaborasi : pemberian terapi, konsul ahli gizi, pemeriksaan laboratorium, foto thoraks, pemasangan kateter jika perlu, persiapan dialysis.

Askep Efusi Pleura

A. Pengertian
Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

Askep Efusi Pleura

B. Etiologi
Berbagai penyebab timbulnya effusi pleura adalah :
  1. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
  2. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
  3. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
  4. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
  5. Trauma
  6. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia.
Askep Efusi Pleura

C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Cairan pleura cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena trauma maupun keganasan.
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi engembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
Askep Efusi Pleura

D. Tanda dan Gejala
  1. Batuk
  2. Dispnea bervariasi
  3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
  4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
  5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
  6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
  7. Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi.
  8. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
  9. Fremitus fokal dan raba berkurang.
  10. Jari tabuh merupakan tanda fisik yang nyata dari karsinoma bronkogenik, bronkiektasis, abses dan TB paru.
Askep Efusi Pleura


E.Pemeriksaan Penunjang
  1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
  1. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
  1. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
  1. Torakosentesis
Askep Efusi Pleura
F. Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
    1. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
    2. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
    3. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
    4. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
    5. Water seal drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
    1. Antibiotika jika terdapat empiema.
    2. Operatif.
Askep Efusi Pleura

G. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
Askep Efusi Pleura

Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
A. Pengkajian
  1. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.
  1. Kebutuhan istrahat dan aktifitas
  • Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
  • Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas sekuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot, nyeri dan stiffness (kekakuan).
  1. Kebutuhan integritas pribadi
  • Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
  • Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
  1. Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
  • Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
  • Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan
  1. Kebutuhan Respirasi
  • Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
  • Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
  • Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
  • Dapat pula ditemukan deviasi trakea
  1. Kebutuhan Keamanan
  • Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
  • Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
  1. Kebutuhan Interaksi sosial
  • Klien mengungkapkan perasaan terisolasi karena penyakit yang diderita, perubahan pola peran.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perkusi pekak, fremitus vokal menurun atau asimetris bahkan menghilang, bising napas juga menurun atau hilang. Gerakan pernapasan menurun atau asimetris, lenih rendah terjadi pada sisi paru yang mengalami efusi pleura. Pemeriksaan fisik sangat terbantu oleh pemeriksaan radiologi yang memperlihatkan jelas frenikus kostalis yang menghilang dan gambaran batas cairan melengkung.


Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

B Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul :
  1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis
  3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
  4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia

C. Intervensi
1. Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.
NOC :
  • Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya :
- Mempunyai jalan nafas yang paten
- Mengeluarkan sekresi secara efektif.
- Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.
- Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
  • Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan :
- Mudah bernafas
- Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan.
NIC :
  • Kaji dan dokumentasikan
- Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain.
- Keefektifan pengobatan.
- Kecenderungan pada gas darah arteri.
  • Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan.
  • Penghisapan jalan nafas
- Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.
- Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.
  • Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.
  • Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender.
  • Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan.
  • Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.
  • Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan.
  • Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.
  • Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal.
  • Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.
  • Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi.
  • Jika pasien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur pasien diubah tiap 2 jam.
  • Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis.
NOC :
  • Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah.
  • Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator :
- Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.
- Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas.
- Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan
- Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal.
NIC :
  • Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.
  • Pantau saturasi O2 dengan oksimeter.
  • Pantau hasil analisa gas darah.
  • Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)
  • Peningkata frekuanse pemantauan pada saatpasien tampak somnolen.
  • Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut.
  • Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.
  • Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi.
  • Ajarkan batuk yang efektif.
  • Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
  • Laporkan perubahan kondisi pasien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan.
  • Berikan obat-obat yang diresepkan.
  • Jelaskan kepada pasien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.
  • Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.
  • Atur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
NOC :
  • Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari.
  • Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :
> Menyadari keterbatasan energi.
> Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat.
> Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas.
NIC :
  • Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas.
  • Tentukan penyebab keletihan.
  • Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.
  • Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
  • Pantau pola istirahat pasien dan lamanya istirahat.
  • Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.
  • Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
  • Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat.
  • Bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan ambulasi yang dapat ditolerir.
  • Rencanakan aktifitas dengan pasien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
  • Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.
  • Rencanakan aktivitas pada periode pasien mempunyai energi paling banyak.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia.
NOC :
  • Menunjukkan status gizi yang baik dengan indicator adekuatnya makanan oral, pemberian makanan lewat NGT atau nutrisi parenteral.
  • Mempertahankan berat badan dalam batas normal.
  • Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.
NIC :
  • Tentukan motivasi pasien untk mengubah kebiasaan makan.
  • Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.
  • Ketahui makanan kesukaan pasien.
  • Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
  • Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
  • Timbang pasien pada interval yang tepat.
  • Ajarkan keluarga dan pasien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
  • Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet.
  • Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi.
  • Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
  • Bantu makan sesuai kebutuhan.
  • Identifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke 3 Jilid I, Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Price, A & Wilson, M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, Terjemahan, Jakarta : EGC.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Alih Bahasa : Budi Santosa, Prima Medika, Jakarta
Smeltzer, S & Bare, B 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.