D.
Manifestasi
Klinik
Dalam minggu pertama, keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu :
·
Demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktaksis.
·
Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative,
lidah tipoid, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan gangguan kesadaran.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut
Suryadi (2006) pemeriksaan pada
klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
1.
Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam
typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk
diagnosa demam typhoid.
2.
Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media
biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella
thypii terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d.
Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
4.
Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
thypii, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a.
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b.
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c.
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
5.
Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk
mendeteksi penyakit demam tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik
dari kuman Salmonella
(lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi
dini infeksi akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF
antara lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM
muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan
lain hanya dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat diperoleh lebih
cepat, Anon1 (2010).
F. Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan
sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik,
trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema,
dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung
empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus
nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis,
osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium,
meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan
sidroma katatonia.
F.
Penatalaksanaan Medis
Pasien yang
di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan
sebagai berikut:
1.
Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang
atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas,
sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada komplikasi perdarahan.
2.
Diet
o
Makanan mengandung
cukup cairan,
kalori dan tinggi protein
o
Bahan makanan tidak
boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja usus dan tidak mengandung
gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat
diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi
bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
3.
Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid yaitu :
o Klorampenikol
dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2 gram/hari, diberikan
peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut
mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah
mungkin pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu cepat di musnahkan.
Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin
dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan anak. Kloramfenikol
digunakan untuk memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman. Diberikan
sebagai pilihan utama untuk mengobati demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi
disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan
cairan intravena.
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk
menegakkan diagnosa penyakit typhus abdominalis perlu dilakukan pemeriksaan
yaitu pemeriksaan laboratorium:
1.
Darah tepi
-
Terdapat gambaran leukopenia
-
limfositosis relatif dan
-
ameosinofila pada permulaan sakit
-
mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
hasil
pemeriksaan ini berguna untuk membantu menentukan penyakit dengan cepat.
2.
Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan
positif apabila terjadi reaksi aglutinasi. Apabila titer lebih dari 1/80, 1/
160, dst, semakin kecil titrasi menunjukkan semaki berat penyakitnya.
3.
Darah untuk kultur (biakan empedu)
ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a)
Pola nutrisi metabolic
Data
subjektif : napsu makan berkurang,mual,muntah.
Data
objekyif : keadaan umum lemah.
b)
pola eliminasi :
Data subjekyif : perubahan pola BAB
Data objektif : bising usus negative
c) pola aktifitas dan latihan
Data subjektif
: merasa kesulitan untuk bergerak
Data objekyif
: gangguan otot
d) Pola persepsi kognitif
Data
subjektif : suhu tubuh yang nauk turun
Data objektif : pasien tampak lemah
e)
pola mekanisme kopimg dan toleransi terhadap stres
Data subjekyif : perasaan bosan
1.
Pengkajian
a.
Identitas
b.
Keluhan utama
Perasaan tidak
enak badan, pusing, nyeri kepala, lesu dan kurang bersemangat, nafsu makan
berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c.
Data Fokus
Mata
: konjungtiva anemis
Mulut
: lidah khas (selaput putih kotor, ujung dan tepi kemerahan), nafas bau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah.
Hidung : kadang
terjadi epistaksis
Abdomen: perut
kembung (meteorismus), hepatomegali, splenomegali, nyeri tekan.
Sirkulasi:
bradikardi, gangguan kesadaran
Kulit
: bintik-bintik kemerahan pada punggung dan ekstremitas.
d.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
§ SGOT
SGPT meningkat, leukopenia, leuukositosis relatif pada fase akut; mungkin
terdapat anemia dan trombositopenia.
§ Uji
serologis asidal (titer O, H)
§ Biakan
kuman (darah, feses, urin, empedu)
DX KEP
a.
Hypertermi b/d infeksi kuman salmonella typhii
b.
Intervensi :
c.
1.
Observasi tanda-tanda vital (TD,N.S,P)
d.
R/ Adanya perubahan pada TTV merupakan petunjuk adanya
perubahan kondisi kesehatan pasien.
e.
2. Berikan kompres hangat pada pesien
f.
R/
Dapat meningkatkan terjadinya perpindahan panas secara evaporasi
g.
3. Anjurkan pasien
banyak minum ± 2,5 liter perhari dan jelaskan manfaanya bagi pasien
h.
R/
penimgkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan penguapan tubuh sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
i.
4. Anjurkan pasien unruk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
j.
5. Anjurkan pasi
k.
untuk bedrest
totol di tempat tidur
l.
R/ Pergerakan
yangbanyak dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
m.
6. Catat intake dan output
n.
R/ Untuk
mengetaui adanya ketidakseimbangan cairan
tubuh
o.
7. Laksanakan advis dokter dalam pemberianobat
antiperetik
p.
R/ Obat
antipiretik merangsan vasodilatasi dengan demikian sirkulasi lancar, sehingga
proses pembuangan panassecara evaporasi terjadi.
c.
gangguan rasa
nyaman nyeri abdomen b/d proses peradangan di
Usus
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R/ Dengan mengkaji
tingkat nyeri dapat diketaui sejauh mana nyeri yang dirasakan pasien dan dapat
diambil tindakan salanjutnya
2. Observasi TTV
R/ dengan
observasi TTV dapat mengetaui prkembangan pasien
3. Ajarkan teknik relaksasi napas panjang bila nyeri
timbul
R/ Dengan
melakukan teknik relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi
nyeri.
4. Alihkan perhatian pasien
R/ Dengan
mengalihkan perhatian, maka oasien tidak berfokus padanyeri
5. Anjurkan untuk istirahat cukup
R/ Dengan
istirahat dan mengurangi aktivitas, maka akan mengurangi nyeri
6. Atur posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ Posisi
yang baik akan mengurangi nyeri sehingga pasien merasa lebih nyaman
7.
Ciptakan suasana yang tenang
R/ pasien dapat beristirahat dengan
tenang dan nyaman
7.Laksanakan
advis dokter dalam pemberian obat analgetik
R/ dapat memblok ransangan nyri untuk
tidak dipersepsikan ke otak
.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.
Intervensi :
1.
Kaji pola makan
pasien .
R/
pola makan pasien dapat memberikan gambaran serta perubahan yang terjadi
sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat
2.
Berikan makanan
yan mudah ditelan seperti bubur dan hidangannya saat masi hangat.
R/
membantu pasien dalam meneladan meningkatkan asupan makan
3.
Berikan makanan
dalam porsi sedikit tapi sering
R/
Menghindari mual, muntah dan meningkatkan asupan makan
4.
Catat
jumlahporsi makan yang dihabiskan pasien setiap hari
R/ Untik
mengetaui jumlah asuapan nutrisi pasien
5.
Timbang berat
badan pasientiap 2 hari sekali.
R/ Untuk mengetaui adanya penurunanatau peningkatan berat
badan
6.
Berikan
obat-obat antasida sesui dengan program dokter
R/
Obat antasida membanti pasien mengurangi mual, muntah. Dengan pemberian obat
tersebut diharapkan meningkatkan nutrisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah
. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Nursalam, et al. 2008. Asuhan Keperawatan Pada
Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba
PERRY DAN POTER .2006. BUKU AJAR
FUNDAMNETAL KEPERAWATAN KONSEP, PROSE S DAN PRAKRIK ,EDISI 4 JAKARTA:EGC
Suriadi, R. Y. 2006. Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
TARWOTO WARTONAH .2004. KEBUTUHAN DASAR
MANUSIA SAN PROSES KEPERAWATAN EDISI 1, JAKARTA :XALEMBA MEDIKA
informasi yang sangat bermanfaat, terimakasih banyak..
BalasHapus