Imobilisasi
adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau
impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
Imobilisasi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah
baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi
fisiologis. Di dalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan
suatu sindrom degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan
ketidakberdayaan.
Imobilisasi
merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus
baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu
penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya
mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara
langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan
pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan
berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
Jenis
Imobilisasi
1.
Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak
secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan
di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2.
Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
3.
Imobilisasi emosional
Keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau
kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4.
Imobilisasi sosial
Keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam keadaan sosial.
Penyebab
Immobilisasi
Berbagai
kondisi dapat menyebabkan terjadinya immobilisasi, yaitu sebagai contoh :
1.
Gangguan sendi dan tulang
Penyakit reumatik seperti pengapuran
tulang atau patah tulangakan menghambat pergerakan.
2.
Penyakit Saraf
Adanya stroke, penyakit parkinson
dan gangguan saraf tepi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan
imobilisasi.
3.
Penyakit Jantung atau Pernafasan
Penyakit jantung atau pernafasan
akan menimbulkan kelelahan dan sesak nafas ketika beraktivitas. Akibatnya
pasien dengan gangguan pada organ- organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya.
4.
Gangguan Penglihatan
Rasa percaya diri untuk bergerak
akan terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran
terpeleset, terbentur atau tersandung.
5.
Masa Penyembuhan
Pasien yang masih lemah setelah
menjalani operasi atau penyakit berat tertentu memerlukan bantuan untuk
berjalan atau banyak istirahat.
Tirah
baring atau immobilisasi berkepanjangan dapat membawa akibat- akibat yang
merugikan bagi fisik maupun psikologis. Konsep immobilisasi merupakan hal yang
relatif, dalam arti tidak saja kehilangan pergerakan total tetapi juga terjadi
Dampak Immobilisasi Bagi Fisik
Dampak
dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan
sistem pernafasan, perubahan krdiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi ( buang air besar dan kecil ), vertigo
(pusing tujuh keliling), dan perubahan perilaku.
a.
Perubahan Metabolisme
Perubahan metabolisme immobiliasasi
dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat.
Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas
dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal
tersebut dapat ditemukan pada pasien yang mengalami imobilitas pada hari kelima
dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, diantaranya adalah pengurangan
jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi,
dan gangguan gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Dampak dari immobilisasi akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
c.
Gangguan pengubahan zat gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang
disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dimana sel tidak lagi
menerima glukosa, asam amino, lemak dan oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
melaksanakan aktivitas metabolisme.
d.
Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Immobilisasi dapat menurunkan hasil
makanan yang dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e.
Perubahan Sistem Pernafasan
Akibat immobilisasi, kadar
heamoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang
dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar
haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke
jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi
karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru.
f.
Perubahan Kardiovaskuler.
Perubahan sistem kardiovaskuler
akibat immobilisasi antara lain dapat berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya
kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.terjadinya hipotensi
ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi
yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pasa vena bagian bawah sehingga aliran
darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat
disebabkan karena imobilitas deangan posisi horizontal. Dalam keadaan normal,
darah yang tekumpul pada ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran
vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.
Terjadinya trombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan
hasil penurunan kontraksi muscular sehingga meningkatkan arus balik vena.
g.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal.
1) Gangguan Muskular :
Menurunnya massa otot sebagai dampak immobilisasi dapat menyebabkan turunnya
kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan otropi
pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari
enam minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukan tanda lemah atau lesu.
2) Gangguan Skeletal :
Akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan
kondisi abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiskasi yang disebabkan
otropi dan memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi
tulang semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah
menurun dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
h.
Perubahan Eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah
jantung sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
i.
Terjadi Vertigo
Karena seseorang terlalu lama
berbaring, sehingga aliran darah ke otak berkurang dan menyebabkan pusing tujuh
keliling, serta mempengaruhi nervus vestibularis.
j.
Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang
terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah
akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis jaringan superficial
dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan
sirkulasi yang menurun ke jaringan.
k. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat
imobolitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional
tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya koping mekanisme.
Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak imobilitas karena
selama proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain.
Dampak Imobilisasi Bagi Psikologis
Berbagai
masalah baik fisik maupun psikologis dapat terjadi akibat keadaan immobilisasi.
Masalah psikologis yang dapat terjadi antara lain: pasien mengalami penurunan
motivasi belajar, yang mana mereka sering tidak memahami pendidikan kesehatan
yang diberikan maupun sulit menerima anjuran- anjuran.
Beberapa
pasien mengalami kemunduran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan sering
kali mengekspresikan emosi dalam berbagai cara misalnya menarik diri, apatis
atau agresif. Pada keadaan lebih lanjut pasien mengalami perubahan konsep diri
serta memberikan reaksi emosi yang sering tidak sesuai dengan situasi.
Terjadinya
perubahan prilaku tersebut merupakan dampak immobilisasi karena selama preses
immobilisasi seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan,
dan lain- lain.
Upaya Pencegahan Akibat Immobilisasi
Beberapa
upaya dapat dilakukan pengasuh pasien untuk mencegah timbulnya penyakit akibat
immobilisasi. Bila memungkinkan berkonsultasilah selalu dengan dokter atau
perawat.
Hal hal yang dapat dilakukan oleh
pengasuh, sebagai berikut :
a.
Infeksi saluran kemih
Pada keadaan tersebut pasien harus
dimotivasi untuk minum cukup banyak cairan.
b.
Sembelit
Mengkonsumsi makanan tinggi serat
seperti sayur dan buah, serta minum cukup dapat membantu mencegah atau paling
tidak mengurangi kemungkinan timbulnya masalah sembelit akibat
immobilisasi.
c.
Infeksi Paru
Perubahan posisi dan tepuk-tepuk
dada atau punggung secara teratur dapat membantu memindahkan sputum tersebut
sehingga mudah dikeluarkan.
d. Masalah Sirkulasi atau Aliran Darah
Diperlukan fisioterapi dan mungkin
kaos kaki khusus.
e.
Luka Tekan
Untuk mencegah terjadinya luka tekan
ini pasien yang mengalami immobilisasi harus diubah- ubah posisinya ( miring
kanan-kiri ) sekitar setiap dua jam.
Pengaturan Posisi pada Immobilisasi
Pada kasus immobilisasi ada beberapa
posisi yang bisa dilakukan untuk membantu pasien, yaitu
a. Posisi Fowler
Posisi
fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat
tidur lebih tinggi atau dinaikkan.. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.
b. Posisi Sims
Posisi
sims adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat supositoria melalui anus.
c. Posisi Trendelenburg
Posisi trendelenburg adalah posisi
pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada
bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Posisi dorsal recumbent adalah
posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
diregangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta proses persalinan.
e. Posisi Lithotomic
Posisi
lithotomic adalah posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral
Posisi
genu pectoral adalah posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
daerah rectum.
Epidemiologi
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi
kebanyakan terjadi pada orang – orang lanjut usia, pasca operasi yang
membutuhkan tirah baring lama. Dampak imobilisasi lama terutama dekubitus
mencapai 11% dan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu, perawatan emboli paru
berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang meninggal tiap tahunnya.
Komplikasi
Imobilisasi
dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut :
Infeksi
saluran kemih, atrofi otot, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran darah dan
lain sebagainya.